in Minggu Pagi Benar « epangawan

Sabtu, 02 Agustus 2014

Minggu Pagi Benar

Posted by Unknown  |  No comments

Cerpen Elvan de Porres*

Minggu pagi benar mataku binar pada setapak tatap nanar. Aku mencoba tenang, merunduk perlahan pada pekatnya mimpi semalam. Gadis tak berkasut dalam mimpi itu hadir dengan senyum darah merinding. Memilin-milin tanganku seakan protes pada Sang Waktu. Aku lagi-lagi benar binar. Mata gadis itu tajam menghujam hendak memberi tahu bahwa pagi ini sesungguhnya bukan benar Minggu. Gadis si tukang mimpi. Kapankah engkau bergejolak pekak untuk bergumul bersamaku lagi. Di jalan raya, di trotoar, di kolong jembatan. Di mana saja aku berkelana sampai kubuntuti darah perawan yang masih polos usianya.
Namaku Jupri. Di tempat penahanan ini aku dipanggil Pak Jupri. Makumlah usiaku yang makin uzur ditemani gundukan jenggot lebat yang tak pernah dicukur. Aku bergabung dengan beberapa sama saudara dari pofesi berbeda-beda. Ada si tukang jagal manusia, ada yang lahir karena ditakdirkan untuk jadi tukang perkosa, ada yang mulutnya besar karena sering memamah uang rakyat, ada yang suka jilat bubuk kenikmatan. Masih banyak lagi yang ada di sini. Dari tukang sate berdasi sampai pejabat berbau asap, semuanya trenyuh di bekapan rumah tahanan ini. Trenyuh? Ah, aku rasa ini bukan trenyuh. Mungkin, hanya akulah yang trenyuh. Aku dan gadis itu. Aku dan si darah perawan lugu. Ia hadir dalam mimpi. Aku takut pada sang gadis. Kapankah aku sujud lalu memijit kakimu berucap maaf. Minggu pagi ini mungkin belum benar. Aku mau yang benar kalau aku hari ini bebas dari masa hukumanku. Aku bebas dari durjana. Menemukan keluargaku dan keluargamu juga para sahabat lama. Akan kumulai membangun hidup baru. Sebuah cita asa mulia untuk tukang bunuh seperti aku.
Pagi itu, ujung aspal tak pernah beri isyarat kalau akan terjadi hal tragis serentak naas benar. Marta sedang berjalan kecil menuju sekolahnya. Senyumannya merona menunjukkan tak ada kepalsuan di dalamnya. Dengan baju putih berkerak dan rok merah tanda semangat juang, ia melangkah pasti menggapai cita-cita. Cita-cita yang mungkin ia sudah impikan sejak masih janindulu. Dari jauh kulihat bocah itu. Aku tersenyum, menikmati setiap alur waktu perjalananku. Namaku Jupri. Di kalangan para sopir taksi, aku dikenal dengan sebutan Pak Jupri. Wajarlah kalau aku memang sudah beristri, beranakkan empat yang sudah wisuda semuanya. Anak-anakku sering bilang supaya aku berhenti bekerja tapi aku tak mau. Masih ada banyak guratan makna yang ingin kulakukan. Aku bukanlah sosok pemalas yang suka berbaring di ranjang pesakitan. Aku ini sopir taksi hebat yang sudah terkenal sejak zamannya Koes Plus. Aku bahagia.
Tabrakan maut itu menewaskan sesosok gadis kecil. Seorang pelajar sekolah dasar. Taksi itu menghantam tanpa ampun. Melahap dari depan, melumat setiap sendi-sendi tubuhnya. Martaterkapar berlumuran darah. Darah segar seorang anak manusia yang sedang tumbuh meraih mimpi. Menggemparkan. Ia lenting terhempas kira-kira sepuluh meter dari tempat tabrakan. Rem taksi bolong. Masa Taksi Jupri yang sudah terkenal dengan kenyamanannya itu mengalami kejadian seperti ini.Semua orang tersentak kaget. Tidak mungkin. Istri dan anak-anakku, para sahabat kenalan semuanya menganggap ini mustahil. Tapi, aku memang benar-benar menabrak Marta. Marta yang kini jatuh cinta padaku. Marta yang kini setengah mati padaku. Ini tabrakan benar. Aku telah menabrak Marta. Kejadinnya sederhana. Ketika ia hendak menyeberang, mobilku meluncur pelan dalam posisi menurun. Namun, pedal rem tak berfungsi. Aku kalang kabut. Belum pernah kualami kejadian seperti ini. Jalanan yang menurun membuat mobilku menyusur cepat membabi buta. Ia tak kenal lagi siapa di hadapannya entah iblis ataupun malaikat, semuanya diembatnya. Marta yang kala itu menyeberang penuh riang tak sadar kalau benda maut akan menjemputnya. Dan, sebuah bunyian keras menggelinding kidung duka. Mobilku langsung menghujam tubuh mungilnya. Gadis keci itu terpelanting berbadan hancur. Darah muncrat di mana-mana. Aku tak sadarkan diri. Marta tewas seketika. Ia adalah korban taksi Jupri.
Limatahun lamanya aku dalam penjara, aku tak pernah bermimpi yang aneh-aneh. Entah itu tentang keberuntungan ataupun tentang kematian yang pernah aku ciptakan. Yang ada hanya perasaan bersalah dan rasa sesal yang tak kunjung henti-hentinya. Aku merenung sendiri. Kadang, aku berontak sendiri tak jelas, menyebut namanya sembari meminta maaf. Aku sempat minta untuk jadi tukang reparasi mobil di penjara. Ingin kubetulkan setiap jengkal rem kendaraan supaya tidak bolong. Aku berdoa kepada Dewi waktu supaya kisah maut itu terulang kembali dan Marta tidak mati. Biarlah Marta tetap menyeberang dengan selamat dan mobilku kubanting ke arah kiri supaya masuk ke dalam jurang dan aku mati bahagia. Aku ingin mati bahagia karena Marta selamat. Kini ia mungkin sudah SMA. Aku merindu Marta. Aku malu pada keluarganya. Tiap hari aku berdoa untuk Marta. Aku bahkan tidak mengenali wajahnya sama sekali.Di penjara, aku kadang seperti orang gila, bertingkah laku seperti anak kecil. Pernah kuminta anak sulungku untuk membelikanku pakaian seragam SD. Kupakai pakaian itu dan kubertingkah layaknya Marta kecil yang sedang senyum ceriah sebelum….Aku bahagia menjadi Marta.
Lima tahun berlalu begitu cepat. Kini, aku berhak untuk bebas dan kembali ke rumah. Pagi-pagi benar dalam Minggu itu, aku terjaga dari sebuah tidur yang melelahkan. Aku baru saja bergulat hebat. Marta datang menjengukku. Hmm, bukan menjengukku. Lebih tepatnaya, ia datang untuk mengungkapkan cintanya padaku. Aku takut tapi ini memang nikmat. Aku sungguh bahagia sekali. Kami bercinta tepat pada hari pembebasanku. Oh, dia sudah besar rupanya. Margaretatelah tumbuh menjadi gadis ranum. Tentunya ia tumbuh di alam lain. Aku senang melihat Margareta datang dan mengajakku bercinta . Kami bercinta dalam lelap. Aku benar-benar dipuaskan. Aku dipuaskan dia yang telah kurenggut hak hidupnya. Kami memburu berderu nafas abadi. Aku tertegun pasrah, memelik dalam dekapannya. Apakah ia datang untuk mengajakku pergi tinggal di alamnya. Ah, Marta kecil. Eh, maaf, Margareta yang sudah besar. Jangan kau bawa aku lari dari sini. Tak sudi aku kau culik. Biarkan aku bebas berliuk menghabiskan seluruh pundi waktuku. Aku masih ingin berkarya pada langit yang belum berjingga, pada laut yang takkan pernah kerontang meski ubanku beruzur peluh. Oh, Marta, mengapa kau datang saat begini, tatkala hendak kumulai hidup baru. Bukan sebagai supir taksi lagi, bukan sebagai tukang tabrak anak sekolahan lagi.

Minggu pagi benar. Minggu pagi, Marta benar- benar datang melawat. Pada dengkuran nafas sebuah lelap, Pak Jupri bermimpi Marta. Marta bilang kepadanya supaya ia tak usah memikirkan lagi kejadian itu. Marta sudah bahagia di sana. Di mana. Di sebuah nirwana. Oh, Marta yang baik hati . Ternyata hatimu tetap putih. Limatahun, aku gila karenamu. Aku tak tahu dengan cara apa aku harus meminta maaf. Tapi, saat hari pembebasanku. Engkau datang. Terima kasih sudah memberi penguatan. Kita bahkan sempat bercinta. Ah, apakah memang nyata kita bercinta ataukah hanya ilusi lelaki kesepian. Aku tak tahu. Intinya, hari ini. Hari minggu. Ia benar. Minggu pagi ini sungguh Minggu pagi. Aku bebas dari penjara kedurjanaan. Margareta yang sudah kubuat mati. Semoga hari setelah Minggu pagi ini engkau tidak datang lagi. Aku tahu kau sudah bahagia di sana.

07.23 Share:
About epangawan.blogspot.com

Tentang sebuah Blog kecil. Penyalur hobi. inspirasi dalam kata. Menyegarkan serentak mencerahkan. Temukan kami di facebook epangawan

Comments
0 Comments

0 komentar:

Get updates in your email box
Complete the form below, and we'll send you the best coupons.

Deliver via FeedBurner

Youtube

Recent News

Entri Populer

Proudly Powered by Gufo23.
back to top