in epangawan

Sabtu, 02 Agustus 2014


Tak dapat dimungkiri, pembicaraan tentang sepak bola selalu mendapat penilikan dari beragam sisi. Berbagai macam persepsi, paradigma berpikir, bahkan konsep filosofis bisa menaruh pembedahan terhadap olahraga yang lahir di tanah Inggris itu. Namun, sepak bola itu bukan sekadar olahraga. Ia juga bukan sekadar permainan. Sepak bola itu lebih daripada itu. Ia itu bak miniatur kehidupan. Di dalamnya, beragam poin bidang kehidupan termaktub, terpatri apik. Legenda sepak bola Brazil Pele mengatakan bahwa sepak bola itu bahasa perdamaian. Luar biasa. Ini berarti esensi sepak bola itu adalah kedamaian, kesejukkan. Jadi, apapun konteks eksistensinya, ujung-ujungnya sepak bola menghantar setiap penikmatnya pada integritas hati, rasa damai yang menghangatkan.
Perhelatan Piala Dunia yang baru saja berakhir semakin memantapkan term yang dicetuskan oleh tuan Pele tersebut. FIFA mengapresiasi negeri Brazil sebab sukses menyelenggarakan turnamen sepak bola terbesar sejagad itu. Suksesnya tuan rumah itu karena mereka mampu meredam isu-isu distorsif yang disinyalir bakalan terealisasi selama turnamen. Rupanya, hampir tidak ada kekisruhan yang memberikan efek gaduh bagi jalannya setiap pertandingan. Di luar arena pertandingan pun jarang terdengar aksi-aksi brutal yang berbahaya dan mengganggu kenyamanan para suporter. Justru berbagai macam fan fest nonton bareng digelar di ruang terbuka di mana para suporter dari beragam negara datang berkumpul bersama. Mereka memberikan dukungan bagi tim-timnya dalam suasana yang akrab, sejuk, bersahabat. Semuanya berada di bawah payung kedamaian.
Sepak bola itu menjinakkan. Buaian permainannya mampu menghipnotis setiap mata untuk lupa sejenak akan setiap persoaln hidup. Ia memberikan kesegaran, memberikan daya charger baru bagi setiap insan dalam menata kehidupannya. Sepak bola yang menjinakkan itu mampu menyatukan orang-orang dari beragam negara untuk larut di dalam euforianya. Beribu-ribu kepala datang berjubel, menikmati tarian bola dengan satu fokus; memperoleh kepuasan batin. Mereka terhibur oleh bola yang senantiasa bergerak erotis, meliuk sana-sini, menggelinding intim dari kaki ke kaki, melumat pasti setiap helaian rumput. Sepak bola menjinakan hati yang gundah. Ia itu lahir dari seni dan tujuannya untuk memeragakan seni itu yang berujung pada segarnya cita rasa para penikmatnya. Ia tak pandang bulu. Mulai dari elite politik sampai pada sosok-sosok penghuni favelakumuh, sepak bola datang menjalari.
Filsuf Schiller menulis, “Seni adalah anak dari kebebasan”. Sepak bola sebagai suatu karya seni merupakan pengejahwantahan atas kebebasan itu. Namun, kebebasan yang dimaksud bukanlah kebebasan yang monopolitis, yang mengekang ataupun kebebasan yang terlalu liar hingga mengeliminasi makna seni in se. Di dalam sepak bola, kebebasan yang ditampilkan itu selalu pada porsinya. Ada roh yang menggerakkan kebebasan berekspresi untuk mengolah si kulit bundar, roh idealisme yang partisipatif dalam setiap analisis, adu taktik, bahkan benturan persepsi setiap penontonnya. Ada pula realitas minor yang memang tak lepas dari sisi manusiawi setiap orang yang cinta bola itu. Akan tetapi, poin kebebasan tak pernah luput dari setiap perbincangan sepak bola.
Berbicara tentang sepak bola yang menjinakkan, Josep Guardiola berbicara bahwa itulah keindahan sepak bola, kadang ia membuat kita tertawa, kadang pula kita harus menangis. Lalu, apa korelasinya antara sepak bola yang menjinakkan dan rasa suka bahagia ataupun menangis sedih. Kata kuncinya adalah kesadaran. Seringkali, setiap penikmat bola itu terlalu percaya diri sampai lupa diri bahwa mereka adalah segala-galanya. Ketika tim yang diusungnya tidak menuai hasil memuaskan, perasaan tidak mau menerima hasil datang menghantui dan timbullah konflik-konflik yang tidak diinginkan. Inilah pola pikir dan pola sikap yang keliru. Sejatinya, hasil di lapangan yang tidak sesuai dengan harapan mesti meyadarkan setiap insan bola akan keangkuhan yang dimiliki. Bahwasannya dalam sepak bola itu, kalah menang merupakan kewajaran dan patut diakui. Kalah atau menang dalam sepak bola itu niscaya. Makanya, jika tidak menerima keniscayaan itu, bukanlah disebut penikmat bola tetapi badut-badut bola. Sama dengan pesta demokrasi, jika tidak mau menerima hasil pemilu, namanya adalah juga badut demokrasi. Sekali lagi, kesadaran itu mesti terbentuk. Dengan demikian, makna jinak yang ada di dalam sepak bola itu bisa menampilkan wujudnya. Ia menjinakkan setiap figur yang angkuh dalam fanatisme sempit nan serampangan untuk sadar bahwa sepak bola merupakan cerminan cinta kasih. Ia adalah kedamaian. Berdamai dengan situasi. Itulah seruan inspiratifnya. Apabila hanya ingin menang saja, itu bukan sepak bola. Sepak bola mesti dipandang secara jinak karena ia itu menjinakkan secara esensial. Tertawalah, menangislah. Semuanya itu indah.

Sepak bola telah mengajarkan banyak hal kepada kehidupan. Mencintai sepak bola merupakan salah satu hal yang mesti dilakukan oleh kita sekalian. Banyak orang yang cakap bermain bola tetapi tidak mencintai bola. Di lain sisi, ada begitu banyak yang tidak pandai bermain bola tetapi menaruh kecintaan sangat tinggi terhadapnya. Itu baru namanya penikmat bola. Pada kesimpulannya, mari mengutip ujaran Bill Shankly, manajer klub Liverpool era 1959-1974. Beliau bilang begini, “Some people believe football is a matter of life and death. I am very dissapointed with that attitude. I can assure you it is much, much more important than that”. Anda benar Bapak Shankly, ia itu menjinakkan, bukan ?
Bola Kaki

Sepak Bola yang Menjinakkan

Posted by Unknown  |  No comments


Tak dapat dimungkiri, pembicaraan tentang sepak bola selalu mendapat penilikan dari beragam sisi. Berbagai macam persepsi, paradigma berpikir, bahkan konsep filosofis bisa menaruh pembedahan terhadap olahraga yang lahir di tanah Inggris itu. Namun, sepak bola itu bukan sekadar olahraga. Ia juga bukan sekadar permainan. Sepak bola itu lebih daripada itu. Ia itu bak miniatur kehidupan. Di dalamnya, beragam poin bidang kehidupan termaktub, terpatri apik. Legenda sepak bola Brazil Pele mengatakan bahwa sepak bola itu bahasa perdamaian. Luar biasa. Ini berarti esensi sepak bola itu adalah kedamaian, kesejukkan. Jadi, apapun konteks eksistensinya, ujung-ujungnya sepak bola menghantar setiap penikmatnya pada integritas hati, rasa damai yang menghangatkan.
Perhelatan Piala Dunia yang baru saja berakhir semakin memantapkan term yang dicetuskan oleh tuan Pele tersebut. FIFA mengapresiasi negeri Brazil sebab sukses menyelenggarakan turnamen sepak bola terbesar sejagad itu. Suksesnya tuan rumah itu karena mereka mampu meredam isu-isu distorsif yang disinyalir bakalan terealisasi selama turnamen. Rupanya, hampir tidak ada kekisruhan yang memberikan efek gaduh bagi jalannya setiap pertandingan. Di luar arena pertandingan pun jarang terdengar aksi-aksi brutal yang berbahaya dan mengganggu kenyamanan para suporter. Justru berbagai macam fan fest nonton bareng digelar di ruang terbuka di mana para suporter dari beragam negara datang berkumpul bersama. Mereka memberikan dukungan bagi tim-timnya dalam suasana yang akrab, sejuk, bersahabat. Semuanya berada di bawah payung kedamaian.
Sepak bola itu menjinakkan. Buaian permainannya mampu menghipnotis setiap mata untuk lupa sejenak akan setiap persoaln hidup. Ia memberikan kesegaran, memberikan daya charger baru bagi setiap insan dalam menata kehidupannya. Sepak bola yang menjinakkan itu mampu menyatukan orang-orang dari beragam negara untuk larut di dalam euforianya. Beribu-ribu kepala datang berjubel, menikmati tarian bola dengan satu fokus; memperoleh kepuasan batin. Mereka terhibur oleh bola yang senantiasa bergerak erotis, meliuk sana-sini, menggelinding intim dari kaki ke kaki, melumat pasti setiap helaian rumput. Sepak bola menjinakan hati yang gundah. Ia itu lahir dari seni dan tujuannya untuk memeragakan seni itu yang berujung pada segarnya cita rasa para penikmatnya. Ia tak pandang bulu. Mulai dari elite politik sampai pada sosok-sosok penghuni favelakumuh, sepak bola datang menjalari.
Filsuf Schiller menulis, “Seni adalah anak dari kebebasan”. Sepak bola sebagai suatu karya seni merupakan pengejahwantahan atas kebebasan itu. Namun, kebebasan yang dimaksud bukanlah kebebasan yang monopolitis, yang mengekang ataupun kebebasan yang terlalu liar hingga mengeliminasi makna seni in se. Di dalam sepak bola, kebebasan yang ditampilkan itu selalu pada porsinya. Ada roh yang menggerakkan kebebasan berekspresi untuk mengolah si kulit bundar, roh idealisme yang partisipatif dalam setiap analisis, adu taktik, bahkan benturan persepsi setiap penontonnya. Ada pula realitas minor yang memang tak lepas dari sisi manusiawi setiap orang yang cinta bola itu. Akan tetapi, poin kebebasan tak pernah luput dari setiap perbincangan sepak bola.
Berbicara tentang sepak bola yang menjinakkan, Josep Guardiola berbicara bahwa itulah keindahan sepak bola, kadang ia membuat kita tertawa, kadang pula kita harus menangis. Lalu, apa korelasinya antara sepak bola yang menjinakkan dan rasa suka bahagia ataupun menangis sedih. Kata kuncinya adalah kesadaran. Seringkali, setiap penikmat bola itu terlalu percaya diri sampai lupa diri bahwa mereka adalah segala-galanya. Ketika tim yang diusungnya tidak menuai hasil memuaskan, perasaan tidak mau menerima hasil datang menghantui dan timbullah konflik-konflik yang tidak diinginkan. Inilah pola pikir dan pola sikap yang keliru. Sejatinya, hasil di lapangan yang tidak sesuai dengan harapan mesti meyadarkan setiap insan bola akan keangkuhan yang dimiliki. Bahwasannya dalam sepak bola itu, kalah menang merupakan kewajaran dan patut diakui. Kalah atau menang dalam sepak bola itu niscaya. Makanya, jika tidak menerima keniscayaan itu, bukanlah disebut penikmat bola tetapi badut-badut bola. Sama dengan pesta demokrasi, jika tidak mau menerima hasil pemilu, namanya adalah juga badut demokrasi. Sekali lagi, kesadaran itu mesti terbentuk. Dengan demikian, makna jinak yang ada di dalam sepak bola itu bisa menampilkan wujudnya. Ia menjinakkan setiap figur yang angkuh dalam fanatisme sempit nan serampangan untuk sadar bahwa sepak bola merupakan cerminan cinta kasih. Ia adalah kedamaian. Berdamai dengan situasi. Itulah seruan inspiratifnya. Apabila hanya ingin menang saja, itu bukan sepak bola. Sepak bola mesti dipandang secara jinak karena ia itu menjinakkan secara esensial. Tertawalah, menangislah. Semuanya itu indah.

Sepak bola telah mengajarkan banyak hal kepada kehidupan. Mencintai sepak bola merupakan salah satu hal yang mesti dilakukan oleh kita sekalian. Banyak orang yang cakap bermain bola tetapi tidak mencintai bola. Di lain sisi, ada begitu banyak yang tidak pandai bermain bola tetapi menaruh kecintaan sangat tinggi terhadapnya. Itu baru namanya penikmat bola. Pada kesimpulannya, mari mengutip ujaran Bill Shankly, manajer klub Liverpool era 1959-1974. Beliau bilang begini, “Some people believe football is a matter of life and death. I am very dissapointed with that attitude. I can assure you it is much, much more important than that”. Anda benar Bapak Shankly, ia itu menjinakkan, bukan ?

07.45 Share:


Aku ingin pulang

Pada pangkuan bapak tukang pikul goni uban

Pulang dengan lukisan hati remuk redam

Tentang duka anak manusia

Yang sudah lempem urat nadi hatinya

Dan, rindu pulang

Supaya bersimbah serbuk maaf

Maaf yang takkan beruban, tak kenal keriput purut


by Id'p
Puisi

Pulang

Posted by Unknown  |  No comments



Aku ingin pulang

Pada pangkuan bapak tukang pikul goni uban

Pulang dengan lukisan hati remuk redam

Tentang duka anak manusia

Yang sudah lempem urat nadi hatinya

Dan, rindu pulang

Supaya bersimbah serbuk maaf

Maaf yang takkan beruban, tak kenal keriput purut


by Id'p

07.44 Share:

Kotak warna-warni  yang isinya kata manis

Kotak kata tukang kampanye
Kadang bulat, melingkar, melilit awak telinga

Kotak kata calon presiden
Perangkapkanlah desah nafas usangku
Pada dahi otak kotak punyamu
Yang pandai memutar bagai lencana kesepian

Kotak kata itu seperti bibir tak bermoncong
Ilusi benar, hangat dalam ambang, pijar dalam awang-awang

Aku tak ingin kotak kata yang itu
Belikan aku kardus nurani
Biar kumasukkan kotak kata
Lalu, bersujud dalamnya, bermain tindak….

                                                                                       Selamat pesta demokrasi, Pilpres 2014
Puisi

Kotak Kata

Posted by Unknown  |  No comments


Kotak warna-warni  yang isinya kata manis

Kotak kata tukang kampanye
Kadang bulat, melingkar, melilit awak telinga

Kotak kata calon presiden
Perangkapkanlah desah nafas usangku
Pada dahi otak kotak punyamu
Yang pandai memutar bagai lencana kesepian

Kotak kata itu seperti bibir tak bermoncong
Ilusi benar, hangat dalam ambang, pijar dalam awang-awang

Aku tak ingin kotak kata yang itu
Belikan aku kardus nurani
Biar kumasukkan kotak kata
Lalu, bersujud dalamnya, bermain tindak….

                                                                                       Selamat pesta demokrasi, Pilpres 2014

07.43 Share:

Terkadang, aku harus menjadi penipu

Terkadang, aku ngemis di kolong langit

Meminta pada tawanan jahanam

Untuk segepok nasi basi

Atau bahkan tetesan air tengik

                Aku ini korban para pesulap bidaah

                Yang mau mati karna pancung lidah lancungnya

                Lidah yang kering harta durjana, namanya uang rakyat

                Ah, kasian akar rumput, terbang tak punya landas

                Bahkan wadas berwaduk yang sempat dijanjikan itu

                Hanya hasil sulapan jua…….

Memang korban….

                                                                                                           Ledalero, 29 Desember 2013





Puisi

Korban

Posted by Unknown  |  No comments


Terkadang, aku harus menjadi penipu

Terkadang, aku ngemis di kolong langit

Meminta pada tawanan jahanam

Untuk segepok nasi basi

Atau bahkan tetesan air tengik

                Aku ini korban para pesulap bidaah

                Yang mau mati karna pancung lidah lancungnya

                Lidah yang kering harta durjana, namanya uang rakyat

                Ah, kasian akar rumput, terbang tak punya landas

                Bahkan wadas berwaduk yang sempat dijanjikan itu

                Hanya hasil sulapan jua…….

Memang korban….

                                                                                                           Ledalero, 29 Desember 2013





07.42 Share:
Ini Bukan Sekadar Move On, Ini tentang Dream On

Istilah move on akhir-akhir ini menjadi sering membahana, meliuk sana-sini dalam kehidupan para remaja. Move on menjadi beken dan tenar sebab dikaitkan dengan kehidupan cinta. Ya, ini tentang kisah cinta. Kisah cinta yang di dalamnya berlumurkan dunia pacaran, putus cinta, kemudian menjadi galau, stres, dan ajakan untuk bangkit dari keterpurukkan itu. Di sinilah kata move on mendapat porsinya. Namun, berbicara mengenai move on, istilah padan yang biasanya terletup sebelumnya ialah galau. Galau dulu baru move on. Move on itu terbit untuk menenggelamkan galau. Kekhasan ini sangat kental dan nyata dalam kehidupan berpacaran. Biasanya dalam pacaran, ketika seseorang merasa sakit hati akibat ulah pasangannya, ia lalu menjadi murung, sedih, suasana hati tak keruan. Itulah galau. Kemudian, datanglah ujaran moveon sebagai cemeti motivasi untuk kembali bersemangat, terlepas dari kesedihan, keluar dari sangkar sakit hati. Move on menjadi suatu ajakan asa, pembangkit harapan baru untuk tidak lagi larut dalam galau itu. Intinya adalah move on ini biasa digunakan dalam kehidupan anak muda, terkhusus pada alur pacaran yang dijalaninya.
Patah hati itu hal biasa. Sangat biasa. Pengalaman galau merupakan badai yang harus dilalui dan tak bisa dielakkan. Pacaran itu bagai suatu pengarungan atas sebuah taman indah yang di dalamnya menyuguhkan eloknya warna-warni bunga, harum kuntumnya yang membuai, memberikan energi dan fantasi luar biasa, tetapi di samping itu, ada pula duri dan getah yang siap sedia untuk mencederai. Ada sengatan lebah yang membuat air mata harus tercucur. Pengalaman sakit hati ketika kesetiaan tak lagi dihargai, ketika ketulusan harus dinodai, ketika cinta kasih berubah menjadi benci amarah. Pada titik ini, timbullah suatu kejatuhan yang dinamakan kekelaman cinta. Cinta yang kelam itu muram, lebam, melempem. Tak ada lagi harapan untuk bangkit, bangun berdiri dan menatap hidup secara lebih positif. Kungkungan galau menyebabkan tak adanya gairah untuk menjalani hidup ini. Ini seolah-olah api semangat itu hanya akan ada apabila kehidupan cinta berjalan dengan baik. Ini seakan-akan tidak ada lagi daya penopang hidup yang muncul dari aspek kehidupan lainnya. Relasi dengan pacar tumbang, kehidupan turut tenggelam. Ini salah dan mesti diperbaharui.
Sudah dikatakan bahwa habis galau, terbitlah move on. Move on sebagai kata asing mendapatkan porsi yang cukup tampan dalam perbendaharaan kata anak muda Indonesia, terkhususnya dalam konteks ini. Move on merujuk pada berubah, bergerak dari posisi sebelumnya, memutar haluan menuju posisi dan disposisi diri yang baru. Terdapat suatu ajakan, seruan untuk berbenah diri. Move on membicarakan semangat baru, asa baru, dobrakan baru dalam setiap pemaknaan alur hidup ini. Move on adalah kebangkitan. Masalah dilihat sebagai bagian hidup yang mesti dilewati dan sekaligus menjadi motivasi untuk lebih baik lagi.
Fokus kali ini adalah pembicaraan relasi pacaran bagi kita yang telah memasuki usia 20-an. Usia 20-an seringkali dilihat sebagai masa dewasa awal. Pada usia ini, seorang anak manusia rata-rata telah memasuki dunia perguruan tinggi atau bahkan ada yang telah mengarungi lahan kerja. Di sinilah pematangan itu terbentuk. Artinya, pacaran pada fase usia seperti ini harus sudah berbicara tentang keseriusan. Hubungan percintaan bukan lagi hal yang main-main. Di sinilah, visi dan misi akan masa depan mulai terbina secara perlahan-lahan. Harus ada deskripsi tentang model kehidupan masa depan yang diidamkan. Dengan demikian, pembicaraan tentang pacaran pun merujuk pada keseriusan, kesungguhan untuk bertengger pada bahtera hidup bersama.
Galau, lalu diiringi dengan move on merupakan peristiwa alamiah yang patut dilewati pada tataran usia 20-an. Namun, lebih daripada itu, kita tidak hanya sekedar move on saja. Harus ada cemeti yang lebih motivatif daripada move on. Ini berarti kita harus dream on. Ya, kita mesti bermimpi. Mimpi itu tentang masa depan, tentang kehidupan kita selanjutnya. Hidup adalah suatu pergulatan dinamis. Oleh karena itu, bermimpilah utnuk memiliki pasangan hidup yang tepat. Main-main gila dalam pacaran bukan lagi zamannya. Sekarang adalah momen yang tampan untuk mencari pasangan hidup yang menuju pada pelaminan. Kegalauan hati bisa disangkal dengan upaya bergerak maju, merenung diri, intropeksi diri, refleksi sejenak, dan menemukan sosok yang tepat yang bisa diajak serius. Hidup adalah pendewasaan. Terkadang, ada orang yang meskipun usianya sudah semakin dewasa, tetapi tingkah laku pacarannya sangatlah kanak-kanak. Mereka itu memiliki kedangkalan motivasi, hidup tanpa mimpi. Sungguh berbahaya kalau sikap seperti ini tidak segera dieliminasi.

Tentunya, ada beragam cara untuk move on sehingga kegalauan itu bisa dipangkas. Apabila sudah move on, pemikiran sekarang adalah mesti dream on. Dream on ini bagaikan sebuah harga mati, daya maksimal untuk menatap masa depan. Lalu, pertanyaan pentingnya ialah bagaimana unutk dream on itu ? Kita berbicara tentang mimpi. Mimpi konteks ini bukanlah sesuatu yang berada di awang-awang, melainkan cita-cita yang dibarengi pencapaian realistis. Hal pertama yang mesti dipreparasi ialah kondisi hati, disposisisi batin yang pagan. Hati kita harus siap dan sadar bahwa kita sudah berusia dewasa dan bertingkah laku pun menunjukan kedewasaan itu. Suasana hati mesti mengatakan Yes untuk menemukan calon istri/suami. Momen ini adalah momen untuk mulai serius di samping memikirkan karir dan penatann hidup ke depan. Berpikirlah tentang orang-orang yang akan menemani kita pada masa depan. Fokus pada keseriusan, bukan lagi pada prinsip-prinsip ABG oplosan.Oprah Winfrey bilang begini, “Hanya bila Anda menjadikan proses sebagai tujuan, barulah mimpi besar itu bisa hadir.” Proses itu akan terjawab apabila ada keberanian untuk memutar haluan. Dari yang galau karena patah hati ingusan, hingga pada move on pembangkit gairah hidup, dan kini dream on, tatapan pastiakan pasangan yang tepat. Ini bukan lagi soal cinta monyet, tapi bagaimana mendapatkan monyet beneran.
Hal selanjutnya yang mesti diperhatikan adalah menemukan pacar yang juga mampu berbicara tentang sinyal-sinyal keseriusan masa depan. Pacar ini bukanlah pelampiasan dari kegalauan hati sebelumnya. Tentunya, pemilihan pacar itu merupakan kehendak bebas dari dalam diri tanpa adanya intervensi tertentu ataupun dorongan batin yang tak menentu. Kita memilih pasangan tersebut harus dengan senyum bahagia bahwa Tuhan telah menyediakan makhluknya yang tepat buat kita. Setiap kesempatan untuk memberikan kasih dan mendapatkan kasih mesti dipergunakan sebaik mungkin. Perjumpaan dengan orang yang tepat itu langka dan justru itulah letak keberhargaannya. Oleh karena itu, nikmatilah, kenalilah calon pasangan masa depan kita, dan ambillah keputusan yang tepat. Bermimpilah bahwa dia akan hidup bahagia bersama kita. Satu pola pikir mesti terbentuk bahwa segala pengalaman yang telah kita lalui menuntun kita menuju muara pendewasaan diri. Kita bukan lagi masih pada kuncup pubertas tetapi sudah dipersiapkan untuk menjalin hubungan yang serius. Kadang, orang yang dewasa dalam usia, belum tentu juga dewasa dalam sikap. Tua kan belum tentu dewasa.

Usia 20-an sudah merupakan modal kematangan bagi kita untuk menjalin relasi yang intim. Dream on bukanlah sebuah ujaran yang titik fokusnya pada mimpi doang, melainkan maknanya lebih komprehensif daripada itu. Dream on itu realisasi mimpi, mimpi yang membumi. Menikmati masa-masa perkuliahan atau ruang kerja dalam titian karir sambil menaruh keseriusan pada hubungan percintaan merupakan hal yang sangat indah. Inilah namanya pemaknaan atas hidup. Pada akhirnya, jangan takut untuk galau, berusahalah untuk move on, dan beranilah unuk dream on. Sekali lagi, ini bukan sekadar move on.

Move On

Posted by Unknown  |  No comments

Ini Bukan Sekadar Move On, Ini tentang Dream On

Istilah move on akhir-akhir ini menjadi sering membahana, meliuk sana-sini dalam kehidupan para remaja. Move on menjadi beken dan tenar sebab dikaitkan dengan kehidupan cinta. Ya, ini tentang kisah cinta. Kisah cinta yang di dalamnya berlumurkan dunia pacaran, putus cinta, kemudian menjadi galau, stres, dan ajakan untuk bangkit dari keterpurukkan itu. Di sinilah kata move on mendapat porsinya. Namun, berbicara mengenai move on, istilah padan yang biasanya terletup sebelumnya ialah galau. Galau dulu baru move on. Move on itu terbit untuk menenggelamkan galau. Kekhasan ini sangat kental dan nyata dalam kehidupan berpacaran. Biasanya dalam pacaran, ketika seseorang merasa sakit hati akibat ulah pasangannya, ia lalu menjadi murung, sedih, suasana hati tak keruan. Itulah galau. Kemudian, datanglah ujaran moveon sebagai cemeti motivasi untuk kembali bersemangat, terlepas dari kesedihan, keluar dari sangkar sakit hati. Move on menjadi suatu ajakan asa, pembangkit harapan baru untuk tidak lagi larut dalam galau itu. Intinya adalah move on ini biasa digunakan dalam kehidupan anak muda, terkhusus pada alur pacaran yang dijalaninya.
Patah hati itu hal biasa. Sangat biasa. Pengalaman galau merupakan badai yang harus dilalui dan tak bisa dielakkan. Pacaran itu bagai suatu pengarungan atas sebuah taman indah yang di dalamnya menyuguhkan eloknya warna-warni bunga, harum kuntumnya yang membuai, memberikan energi dan fantasi luar biasa, tetapi di samping itu, ada pula duri dan getah yang siap sedia untuk mencederai. Ada sengatan lebah yang membuat air mata harus tercucur. Pengalaman sakit hati ketika kesetiaan tak lagi dihargai, ketika ketulusan harus dinodai, ketika cinta kasih berubah menjadi benci amarah. Pada titik ini, timbullah suatu kejatuhan yang dinamakan kekelaman cinta. Cinta yang kelam itu muram, lebam, melempem. Tak ada lagi harapan untuk bangkit, bangun berdiri dan menatap hidup secara lebih positif. Kungkungan galau menyebabkan tak adanya gairah untuk menjalani hidup ini. Ini seolah-olah api semangat itu hanya akan ada apabila kehidupan cinta berjalan dengan baik. Ini seakan-akan tidak ada lagi daya penopang hidup yang muncul dari aspek kehidupan lainnya. Relasi dengan pacar tumbang, kehidupan turut tenggelam. Ini salah dan mesti diperbaharui.
Sudah dikatakan bahwa habis galau, terbitlah move on. Move on sebagai kata asing mendapatkan porsi yang cukup tampan dalam perbendaharaan kata anak muda Indonesia, terkhususnya dalam konteks ini. Move on merujuk pada berubah, bergerak dari posisi sebelumnya, memutar haluan menuju posisi dan disposisi diri yang baru. Terdapat suatu ajakan, seruan untuk berbenah diri. Move on membicarakan semangat baru, asa baru, dobrakan baru dalam setiap pemaknaan alur hidup ini. Move on adalah kebangkitan. Masalah dilihat sebagai bagian hidup yang mesti dilewati dan sekaligus menjadi motivasi untuk lebih baik lagi.
Fokus kali ini adalah pembicaraan relasi pacaran bagi kita yang telah memasuki usia 20-an. Usia 20-an seringkali dilihat sebagai masa dewasa awal. Pada usia ini, seorang anak manusia rata-rata telah memasuki dunia perguruan tinggi atau bahkan ada yang telah mengarungi lahan kerja. Di sinilah pematangan itu terbentuk. Artinya, pacaran pada fase usia seperti ini harus sudah berbicara tentang keseriusan. Hubungan percintaan bukan lagi hal yang main-main. Di sinilah, visi dan misi akan masa depan mulai terbina secara perlahan-lahan. Harus ada deskripsi tentang model kehidupan masa depan yang diidamkan. Dengan demikian, pembicaraan tentang pacaran pun merujuk pada keseriusan, kesungguhan untuk bertengger pada bahtera hidup bersama.
Galau, lalu diiringi dengan move on merupakan peristiwa alamiah yang patut dilewati pada tataran usia 20-an. Namun, lebih daripada itu, kita tidak hanya sekedar move on saja. Harus ada cemeti yang lebih motivatif daripada move on. Ini berarti kita harus dream on. Ya, kita mesti bermimpi. Mimpi itu tentang masa depan, tentang kehidupan kita selanjutnya. Hidup adalah suatu pergulatan dinamis. Oleh karena itu, bermimpilah utnuk memiliki pasangan hidup yang tepat. Main-main gila dalam pacaran bukan lagi zamannya. Sekarang adalah momen yang tampan untuk mencari pasangan hidup yang menuju pada pelaminan. Kegalauan hati bisa disangkal dengan upaya bergerak maju, merenung diri, intropeksi diri, refleksi sejenak, dan menemukan sosok yang tepat yang bisa diajak serius. Hidup adalah pendewasaan. Terkadang, ada orang yang meskipun usianya sudah semakin dewasa, tetapi tingkah laku pacarannya sangatlah kanak-kanak. Mereka itu memiliki kedangkalan motivasi, hidup tanpa mimpi. Sungguh berbahaya kalau sikap seperti ini tidak segera dieliminasi.

Tentunya, ada beragam cara untuk move on sehingga kegalauan itu bisa dipangkas. Apabila sudah move on, pemikiran sekarang adalah mesti dream on. Dream on ini bagaikan sebuah harga mati, daya maksimal untuk menatap masa depan. Lalu, pertanyaan pentingnya ialah bagaimana unutk dream on itu ? Kita berbicara tentang mimpi. Mimpi konteks ini bukanlah sesuatu yang berada di awang-awang, melainkan cita-cita yang dibarengi pencapaian realistis. Hal pertama yang mesti dipreparasi ialah kondisi hati, disposisisi batin yang pagan. Hati kita harus siap dan sadar bahwa kita sudah berusia dewasa dan bertingkah laku pun menunjukan kedewasaan itu. Suasana hati mesti mengatakan Yes untuk menemukan calon istri/suami. Momen ini adalah momen untuk mulai serius di samping memikirkan karir dan penatann hidup ke depan. Berpikirlah tentang orang-orang yang akan menemani kita pada masa depan. Fokus pada keseriusan, bukan lagi pada prinsip-prinsip ABG oplosan.Oprah Winfrey bilang begini, “Hanya bila Anda menjadikan proses sebagai tujuan, barulah mimpi besar itu bisa hadir.” Proses itu akan terjawab apabila ada keberanian untuk memutar haluan. Dari yang galau karena patah hati ingusan, hingga pada move on pembangkit gairah hidup, dan kini dream on, tatapan pastiakan pasangan yang tepat. Ini bukan lagi soal cinta monyet, tapi bagaimana mendapatkan monyet beneran.
Hal selanjutnya yang mesti diperhatikan adalah menemukan pacar yang juga mampu berbicara tentang sinyal-sinyal keseriusan masa depan. Pacar ini bukanlah pelampiasan dari kegalauan hati sebelumnya. Tentunya, pemilihan pacar itu merupakan kehendak bebas dari dalam diri tanpa adanya intervensi tertentu ataupun dorongan batin yang tak menentu. Kita memilih pasangan tersebut harus dengan senyum bahagia bahwa Tuhan telah menyediakan makhluknya yang tepat buat kita. Setiap kesempatan untuk memberikan kasih dan mendapatkan kasih mesti dipergunakan sebaik mungkin. Perjumpaan dengan orang yang tepat itu langka dan justru itulah letak keberhargaannya. Oleh karena itu, nikmatilah, kenalilah calon pasangan masa depan kita, dan ambillah keputusan yang tepat. Bermimpilah bahwa dia akan hidup bahagia bersama kita. Satu pola pikir mesti terbentuk bahwa segala pengalaman yang telah kita lalui menuntun kita menuju muara pendewasaan diri. Kita bukan lagi masih pada kuncup pubertas tetapi sudah dipersiapkan untuk menjalin hubungan yang serius. Kadang, orang yang dewasa dalam usia, belum tentu juga dewasa dalam sikap. Tua kan belum tentu dewasa.

Usia 20-an sudah merupakan modal kematangan bagi kita untuk menjalin relasi yang intim. Dream on bukanlah sebuah ujaran yang titik fokusnya pada mimpi doang, melainkan maknanya lebih komprehensif daripada itu. Dream on itu realisasi mimpi, mimpi yang membumi. Menikmati masa-masa perkuliahan atau ruang kerja dalam titian karir sambil menaruh keseriusan pada hubungan percintaan merupakan hal yang sangat indah. Inilah namanya pemaknaan atas hidup. Pada akhirnya, jangan takut untuk galau, berusahalah untuk move on, dan beranilah unuk dream on. Sekali lagi, ini bukan sekadar move on.

07.28 Share:
Cerpen Elvan de Porres*

Minggu pagi benar mataku binar pada setapak tatap nanar. Aku mencoba tenang, merunduk perlahan pada pekatnya mimpi semalam. Gadis tak berkasut dalam mimpi itu hadir dengan senyum darah merinding. Memilin-milin tanganku seakan protes pada Sang Waktu. Aku lagi-lagi benar binar. Mata gadis itu tajam menghujam hendak memberi tahu bahwa pagi ini sesungguhnya bukan benar Minggu. Gadis si tukang mimpi. Kapankah engkau bergejolak pekak untuk bergumul bersamaku lagi. Di jalan raya, di trotoar, di kolong jembatan. Di mana saja aku berkelana sampai kubuntuti darah perawan yang masih polos usianya.
Namaku Jupri. Di tempat penahanan ini aku dipanggil Pak Jupri. Makumlah usiaku yang makin uzur ditemani gundukan jenggot lebat yang tak pernah dicukur. Aku bergabung dengan beberapa sama saudara dari pofesi berbeda-beda. Ada si tukang jagal manusia, ada yang lahir karena ditakdirkan untuk jadi tukang perkosa, ada yang mulutnya besar karena sering memamah uang rakyat, ada yang suka jilat bubuk kenikmatan. Masih banyak lagi yang ada di sini. Dari tukang sate berdasi sampai pejabat berbau asap, semuanya trenyuh di bekapan rumah tahanan ini. Trenyuh? Ah, aku rasa ini bukan trenyuh. Mungkin, hanya akulah yang trenyuh. Aku dan gadis itu. Aku dan si darah perawan lugu. Ia hadir dalam mimpi. Aku takut pada sang gadis. Kapankah aku sujud lalu memijit kakimu berucap maaf. Minggu pagi ini mungkin belum benar. Aku mau yang benar kalau aku hari ini bebas dari masa hukumanku. Aku bebas dari durjana. Menemukan keluargaku dan keluargamu juga para sahabat lama. Akan kumulai membangun hidup baru. Sebuah cita asa mulia untuk tukang bunuh seperti aku.
Pagi itu, ujung aspal tak pernah beri isyarat kalau akan terjadi hal tragis serentak naas benar. Marta sedang berjalan kecil menuju sekolahnya. Senyumannya merona menunjukkan tak ada kepalsuan di dalamnya. Dengan baju putih berkerak dan rok merah tanda semangat juang, ia melangkah pasti menggapai cita-cita. Cita-cita yang mungkin ia sudah impikan sejak masih janindulu. Dari jauh kulihat bocah itu. Aku tersenyum, menikmati setiap alur waktu perjalananku. Namaku Jupri. Di kalangan para sopir taksi, aku dikenal dengan sebutan Pak Jupri. Wajarlah kalau aku memang sudah beristri, beranakkan empat yang sudah wisuda semuanya. Anak-anakku sering bilang supaya aku berhenti bekerja tapi aku tak mau. Masih ada banyak guratan makna yang ingin kulakukan. Aku bukanlah sosok pemalas yang suka berbaring di ranjang pesakitan. Aku ini sopir taksi hebat yang sudah terkenal sejak zamannya Koes Plus. Aku bahagia.
Tabrakan maut itu menewaskan sesosok gadis kecil. Seorang pelajar sekolah dasar. Taksi itu menghantam tanpa ampun. Melahap dari depan, melumat setiap sendi-sendi tubuhnya. Martaterkapar berlumuran darah. Darah segar seorang anak manusia yang sedang tumbuh meraih mimpi. Menggemparkan. Ia lenting terhempas kira-kira sepuluh meter dari tempat tabrakan. Rem taksi bolong. Masa Taksi Jupri yang sudah terkenal dengan kenyamanannya itu mengalami kejadian seperti ini.Semua orang tersentak kaget. Tidak mungkin. Istri dan anak-anakku, para sahabat kenalan semuanya menganggap ini mustahil. Tapi, aku memang benar-benar menabrak Marta. Marta yang kini jatuh cinta padaku. Marta yang kini setengah mati padaku. Ini tabrakan benar. Aku telah menabrak Marta. Kejadinnya sederhana. Ketika ia hendak menyeberang, mobilku meluncur pelan dalam posisi menurun. Namun, pedal rem tak berfungsi. Aku kalang kabut. Belum pernah kualami kejadian seperti ini. Jalanan yang menurun membuat mobilku menyusur cepat membabi buta. Ia tak kenal lagi siapa di hadapannya entah iblis ataupun malaikat, semuanya diembatnya. Marta yang kala itu menyeberang penuh riang tak sadar kalau benda maut akan menjemputnya. Dan, sebuah bunyian keras menggelinding kidung duka. Mobilku langsung menghujam tubuh mungilnya. Gadis keci itu terpelanting berbadan hancur. Darah muncrat di mana-mana. Aku tak sadarkan diri. Marta tewas seketika. Ia adalah korban taksi Jupri.
Limatahun lamanya aku dalam penjara, aku tak pernah bermimpi yang aneh-aneh. Entah itu tentang keberuntungan ataupun tentang kematian yang pernah aku ciptakan. Yang ada hanya perasaan bersalah dan rasa sesal yang tak kunjung henti-hentinya. Aku merenung sendiri. Kadang, aku berontak sendiri tak jelas, menyebut namanya sembari meminta maaf. Aku sempat minta untuk jadi tukang reparasi mobil di penjara. Ingin kubetulkan setiap jengkal rem kendaraan supaya tidak bolong. Aku berdoa kepada Dewi waktu supaya kisah maut itu terulang kembali dan Marta tidak mati. Biarlah Marta tetap menyeberang dengan selamat dan mobilku kubanting ke arah kiri supaya masuk ke dalam jurang dan aku mati bahagia. Aku ingin mati bahagia karena Marta selamat. Kini ia mungkin sudah SMA. Aku merindu Marta. Aku malu pada keluarganya. Tiap hari aku berdoa untuk Marta. Aku bahkan tidak mengenali wajahnya sama sekali.Di penjara, aku kadang seperti orang gila, bertingkah laku seperti anak kecil. Pernah kuminta anak sulungku untuk membelikanku pakaian seragam SD. Kupakai pakaian itu dan kubertingkah layaknya Marta kecil yang sedang senyum ceriah sebelum….Aku bahagia menjadi Marta.
Lima tahun berlalu begitu cepat. Kini, aku berhak untuk bebas dan kembali ke rumah. Pagi-pagi benar dalam Minggu itu, aku terjaga dari sebuah tidur yang melelahkan. Aku baru saja bergulat hebat. Marta datang menjengukku. Hmm, bukan menjengukku. Lebih tepatnaya, ia datang untuk mengungkapkan cintanya padaku. Aku takut tapi ini memang nikmat. Aku sungguh bahagia sekali. Kami bercinta tepat pada hari pembebasanku. Oh, dia sudah besar rupanya. Margaretatelah tumbuh menjadi gadis ranum. Tentunya ia tumbuh di alam lain. Aku senang melihat Margareta datang dan mengajakku bercinta . Kami bercinta dalam lelap. Aku benar-benar dipuaskan. Aku dipuaskan dia yang telah kurenggut hak hidupnya. Kami memburu berderu nafas abadi. Aku tertegun pasrah, memelik dalam dekapannya. Apakah ia datang untuk mengajakku pergi tinggal di alamnya. Ah, Marta kecil. Eh, maaf, Margareta yang sudah besar. Jangan kau bawa aku lari dari sini. Tak sudi aku kau culik. Biarkan aku bebas berliuk menghabiskan seluruh pundi waktuku. Aku masih ingin berkarya pada langit yang belum berjingga, pada laut yang takkan pernah kerontang meski ubanku beruzur peluh. Oh, Marta, mengapa kau datang saat begini, tatkala hendak kumulai hidup baru. Bukan sebagai supir taksi lagi, bukan sebagai tukang tabrak anak sekolahan lagi.

Minggu pagi benar. Minggu pagi, Marta benar- benar datang melawat. Pada dengkuran nafas sebuah lelap, Pak Jupri bermimpi Marta. Marta bilang kepadanya supaya ia tak usah memikirkan lagi kejadian itu. Marta sudah bahagia di sana. Di mana. Di sebuah nirwana. Oh, Marta yang baik hati . Ternyata hatimu tetap putih. Limatahun, aku gila karenamu. Aku tak tahu dengan cara apa aku harus meminta maaf. Tapi, saat hari pembebasanku. Engkau datang. Terima kasih sudah memberi penguatan. Kita bahkan sempat bercinta. Ah, apakah memang nyata kita bercinta ataukah hanya ilusi lelaki kesepian. Aku tak tahu. Intinya, hari ini. Hari minggu. Ia benar. Minggu pagi ini sungguh Minggu pagi. Aku bebas dari penjara kedurjanaan. Margareta yang sudah kubuat mati. Semoga hari setelah Minggu pagi ini engkau tidak datang lagi. Aku tahu kau sudah bahagia di sana.

Cerpen

Minggu Pagi Benar

Posted by Unknown  |  No comments

Cerpen Elvan de Porres*

Minggu pagi benar mataku binar pada setapak tatap nanar. Aku mencoba tenang, merunduk perlahan pada pekatnya mimpi semalam. Gadis tak berkasut dalam mimpi itu hadir dengan senyum darah merinding. Memilin-milin tanganku seakan protes pada Sang Waktu. Aku lagi-lagi benar binar. Mata gadis itu tajam menghujam hendak memberi tahu bahwa pagi ini sesungguhnya bukan benar Minggu. Gadis si tukang mimpi. Kapankah engkau bergejolak pekak untuk bergumul bersamaku lagi. Di jalan raya, di trotoar, di kolong jembatan. Di mana saja aku berkelana sampai kubuntuti darah perawan yang masih polos usianya.
Namaku Jupri. Di tempat penahanan ini aku dipanggil Pak Jupri. Makumlah usiaku yang makin uzur ditemani gundukan jenggot lebat yang tak pernah dicukur. Aku bergabung dengan beberapa sama saudara dari pofesi berbeda-beda. Ada si tukang jagal manusia, ada yang lahir karena ditakdirkan untuk jadi tukang perkosa, ada yang mulutnya besar karena sering memamah uang rakyat, ada yang suka jilat bubuk kenikmatan. Masih banyak lagi yang ada di sini. Dari tukang sate berdasi sampai pejabat berbau asap, semuanya trenyuh di bekapan rumah tahanan ini. Trenyuh? Ah, aku rasa ini bukan trenyuh. Mungkin, hanya akulah yang trenyuh. Aku dan gadis itu. Aku dan si darah perawan lugu. Ia hadir dalam mimpi. Aku takut pada sang gadis. Kapankah aku sujud lalu memijit kakimu berucap maaf. Minggu pagi ini mungkin belum benar. Aku mau yang benar kalau aku hari ini bebas dari masa hukumanku. Aku bebas dari durjana. Menemukan keluargaku dan keluargamu juga para sahabat lama. Akan kumulai membangun hidup baru. Sebuah cita asa mulia untuk tukang bunuh seperti aku.
Pagi itu, ujung aspal tak pernah beri isyarat kalau akan terjadi hal tragis serentak naas benar. Marta sedang berjalan kecil menuju sekolahnya. Senyumannya merona menunjukkan tak ada kepalsuan di dalamnya. Dengan baju putih berkerak dan rok merah tanda semangat juang, ia melangkah pasti menggapai cita-cita. Cita-cita yang mungkin ia sudah impikan sejak masih janindulu. Dari jauh kulihat bocah itu. Aku tersenyum, menikmati setiap alur waktu perjalananku. Namaku Jupri. Di kalangan para sopir taksi, aku dikenal dengan sebutan Pak Jupri. Wajarlah kalau aku memang sudah beristri, beranakkan empat yang sudah wisuda semuanya. Anak-anakku sering bilang supaya aku berhenti bekerja tapi aku tak mau. Masih ada banyak guratan makna yang ingin kulakukan. Aku bukanlah sosok pemalas yang suka berbaring di ranjang pesakitan. Aku ini sopir taksi hebat yang sudah terkenal sejak zamannya Koes Plus. Aku bahagia.
Tabrakan maut itu menewaskan sesosok gadis kecil. Seorang pelajar sekolah dasar. Taksi itu menghantam tanpa ampun. Melahap dari depan, melumat setiap sendi-sendi tubuhnya. Martaterkapar berlumuran darah. Darah segar seorang anak manusia yang sedang tumbuh meraih mimpi. Menggemparkan. Ia lenting terhempas kira-kira sepuluh meter dari tempat tabrakan. Rem taksi bolong. Masa Taksi Jupri yang sudah terkenal dengan kenyamanannya itu mengalami kejadian seperti ini.Semua orang tersentak kaget. Tidak mungkin. Istri dan anak-anakku, para sahabat kenalan semuanya menganggap ini mustahil. Tapi, aku memang benar-benar menabrak Marta. Marta yang kini jatuh cinta padaku. Marta yang kini setengah mati padaku. Ini tabrakan benar. Aku telah menabrak Marta. Kejadinnya sederhana. Ketika ia hendak menyeberang, mobilku meluncur pelan dalam posisi menurun. Namun, pedal rem tak berfungsi. Aku kalang kabut. Belum pernah kualami kejadian seperti ini. Jalanan yang menurun membuat mobilku menyusur cepat membabi buta. Ia tak kenal lagi siapa di hadapannya entah iblis ataupun malaikat, semuanya diembatnya. Marta yang kala itu menyeberang penuh riang tak sadar kalau benda maut akan menjemputnya. Dan, sebuah bunyian keras menggelinding kidung duka. Mobilku langsung menghujam tubuh mungilnya. Gadis keci itu terpelanting berbadan hancur. Darah muncrat di mana-mana. Aku tak sadarkan diri. Marta tewas seketika. Ia adalah korban taksi Jupri.
Limatahun lamanya aku dalam penjara, aku tak pernah bermimpi yang aneh-aneh. Entah itu tentang keberuntungan ataupun tentang kematian yang pernah aku ciptakan. Yang ada hanya perasaan bersalah dan rasa sesal yang tak kunjung henti-hentinya. Aku merenung sendiri. Kadang, aku berontak sendiri tak jelas, menyebut namanya sembari meminta maaf. Aku sempat minta untuk jadi tukang reparasi mobil di penjara. Ingin kubetulkan setiap jengkal rem kendaraan supaya tidak bolong. Aku berdoa kepada Dewi waktu supaya kisah maut itu terulang kembali dan Marta tidak mati. Biarlah Marta tetap menyeberang dengan selamat dan mobilku kubanting ke arah kiri supaya masuk ke dalam jurang dan aku mati bahagia. Aku ingin mati bahagia karena Marta selamat. Kini ia mungkin sudah SMA. Aku merindu Marta. Aku malu pada keluarganya. Tiap hari aku berdoa untuk Marta. Aku bahkan tidak mengenali wajahnya sama sekali.Di penjara, aku kadang seperti orang gila, bertingkah laku seperti anak kecil. Pernah kuminta anak sulungku untuk membelikanku pakaian seragam SD. Kupakai pakaian itu dan kubertingkah layaknya Marta kecil yang sedang senyum ceriah sebelum….Aku bahagia menjadi Marta.
Lima tahun berlalu begitu cepat. Kini, aku berhak untuk bebas dan kembali ke rumah. Pagi-pagi benar dalam Minggu itu, aku terjaga dari sebuah tidur yang melelahkan. Aku baru saja bergulat hebat. Marta datang menjengukku. Hmm, bukan menjengukku. Lebih tepatnaya, ia datang untuk mengungkapkan cintanya padaku. Aku takut tapi ini memang nikmat. Aku sungguh bahagia sekali. Kami bercinta tepat pada hari pembebasanku. Oh, dia sudah besar rupanya. Margaretatelah tumbuh menjadi gadis ranum. Tentunya ia tumbuh di alam lain. Aku senang melihat Margareta datang dan mengajakku bercinta . Kami bercinta dalam lelap. Aku benar-benar dipuaskan. Aku dipuaskan dia yang telah kurenggut hak hidupnya. Kami memburu berderu nafas abadi. Aku tertegun pasrah, memelik dalam dekapannya. Apakah ia datang untuk mengajakku pergi tinggal di alamnya. Ah, Marta kecil. Eh, maaf, Margareta yang sudah besar. Jangan kau bawa aku lari dari sini. Tak sudi aku kau culik. Biarkan aku bebas berliuk menghabiskan seluruh pundi waktuku. Aku masih ingin berkarya pada langit yang belum berjingga, pada laut yang takkan pernah kerontang meski ubanku beruzur peluh. Oh, Marta, mengapa kau datang saat begini, tatkala hendak kumulai hidup baru. Bukan sebagai supir taksi lagi, bukan sebagai tukang tabrak anak sekolahan lagi.

Minggu pagi benar. Minggu pagi, Marta benar- benar datang melawat. Pada dengkuran nafas sebuah lelap, Pak Jupri bermimpi Marta. Marta bilang kepadanya supaya ia tak usah memikirkan lagi kejadian itu. Marta sudah bahagia di sana. Di mana. Di sebuah nirwana. Oh, Marta yang baik hati . Ternyata hatimu tetap putih. Limatahun, aku gila karenamu. Aku tak tahu dengan cara apa aku harus meminta maaf. Tapi, saat hari pembebasanku. Engkau datang. Terima kasih sudah memberi penguatan. Kita bahkan sempat bercinta. Ah, apakah memang nyata kita bercinta ataukah hanya ilusi lelaki kesepian. Aku tak tahu. Intinya, hari ini. Hari minggu. Ia benar. Minggu pagi ini sungguh Minggu pagi. Aku bebas dari penjara kedurjanaan. Margareta yang sudah kubuat mati. Semoga hari setelah Minggu pagi ini engkau tidak datang lagi. Aku tahu kau sudah bahagia di sana.

07.23 Share:
Ini tentang lelucon penantian
Antara aku, penanti serampangan dan bunga liar berwajah miris.....
Terbersit angin senja aku terpaku menanti
         Duduk di bangku taman kota, luntur catnya, usang dijilat rayap
Lima menit, tiga puluh menit, satu jam melilit
Penantian ini rapuh , retak berpedih
Bunga liar kulihat di ujung sana
Berdiri penuh congkak, manggut-manggut

       Kadang ia mengedip,melambai sayu
        Ah, jangan menertawaiku kawan,
        Aku sedang menanti maestro jiwa
Bunga liar, sungguh trenyuh, tak terjamah......
Tak satupun mata menyipit, terperangkap rayuanmu
Aku tertawa, tragis benar
Kau yang indah tapi digelayut sepi
Tapi, kita sama....
              Sama apanya, sama sepinya, sama-sama rasa tak tersapa
Bunga liar yang indah tak terjamah
Aku ini penanti setia tak rundung bahagia
Mungkin penantian ini berujung pada satu pinta
Untuk sang empuhnya taman,
Aku ingin bunga liar ini menggantikannya di sisi.

by Id'p
Puisi

Bunga Liar

Posted by Unknown  |  No comments

Ini tentang lelucon penantian
Antara aku, penanti serampangan dan bunga liar berwajah miris.....
Terbersit angin senja aku terpaku menanti
         Duduk di bangku taman kota, luntur catnya, usang dijilat rayap
Lima menit, tiga puluh menit, satu jam melilit
Penantian ini rapuh , retak berpedih
Bunga liar kulihat di ujung sana
Berdiri penuh congkak, manggut-manggut

       Kadang ia mengedip,melambai sayu
        Ah, jangan menertawaiku kawan,
        Aku sedang menanti maestro jiwa
Bunga liar, sungguh trenyuh, tak terjamah......
Tak satupun mata menyipit, terperangkap rayuanmu
Aku tertawa, tragis benar
Kau yang indah tapi digelayut sepi
Tapi, kita sama....
              Sama apanya, sama sepinya, sama-sama rasa tak tersapa
Bunga liar yang indah tak terjamah
Aku ini penanti setia tak rundung bahagia
Mungkin penantian ini berujung pada satu pinta
Untuk sang empuhnya taman,
Aku ingin bunga liar ini menggantikannya di sisi.

by Id'p

07.08 Share:
Get updates in your email box
Complete the form below, and we'll send you the best coupons.

Deliver via FeedBurner

Youtube

Recent News

Entri Populer

Proudly Powered by Gufo23.
back to top